Makin pintar orang, makin tega ia memanipulasi kelamin makhluk lain. Korban manipulasi dalam kisah ini ialah ikan nila. Ikan betina mestinya hidup sebagai betina, tetapi disuruh menjadi jantan agar tumbuh lebih maskulin.
Hasil manipulasi kelamin diedarkan sebagai nila gift (genetic improvement of farmed tilapia). Orang melakukan hal ini karena ikan nila jantan lebih pesat tumbuhnya daripada ikan betina. Ikan betina selalu kurus karena terpaksa berpuasa berhari-hari selama mulutnya dipakai sebagai mesin tetas. Induk nila memang ikan pengeram mulut.
Dulu dengan pemisahan seks
Keinginan untuk memelihara ikan jantan saja dulu sudah pernah dilakukan secara manusiawi. Anak-anak ikan nila yang mulai jelas tanda kelaminnya dipisah. Anak jantan dipelihara dalam kolam khusus ikan jantan, dan anak betina dipelihara dalam kolam khusus ikan betina.
Cara ini setelah berjalan beberapa tahun ternyata masih banyak salahnya. Ada beberapa ikan betina yang dikira ikan jantan oleh pekerja sexing (pemisahan seks), lalu dimasukkan ke kolam ikan jantan. Ikan betina salah parkir ini menjadi primadona juwita nila yang diuber-uber para ikan jantan. Akhirnya, ikan jantan tidak sempat tumbuh tetapi menghabiskan waktu untuk berebut pacar betina saja.
Karena itu, di kolam pemeliharaan yang modern, usaha penggemukan ikan jantan tidak dilakukan dengan sexing lagi, tetapi penyeragaman seks.
Ikan mesir dari Nil
Ngomong-omong, ikan nila yang sedang diperbincangkan ini bukan jenis ikan pribumi Indonesia. Ia dimasukkan pertama kali ke Indonesia dari Lukang Research Station Taiwan, oleh Lembaga Penelitian Perikanan Darat Bogor pada tahun 1969. Sebelumnya, ikan nila warga negara Taiwan itu dimasukkan dari Afrika. Tujuannya untuk memperkaya jenis ikan budidaya setempat yang nilai jualnya tinggi.
Daerah penyebarannya Sungai Nil di Mesir, sampai ia disebut Tilapia nilotica. Di kalangan ilmuwan ikan, nama Tilapia nilotica dikoreksi, dan diminta ditulis Oreochromis niloticus. Alasannya, berdasarkan perilaku pemijahan (perkawinan), suku Tilapiinae terbagi atas dua kelompok. Pertama, ikan-ikan pengeram mulut (seperti Oreochromis dan Sarotherodon), dan kedua, para pemijah dasar (seperti Tilapia).
Karena ikan nila itu pengeram mulut, maka ia harus dimasukkan ke kelompok pertama, dan diberi nama Oreochromis atau Sarotherodon. Begitulah pertimbangan pakar ikan Trevawas yang ingin menertibkan pemberian nama Latin itu, dalam Tilapiine Fishes of the Genera Sarotherodon, Oreochromis, and Danakila, British Museum of Natural History (1983).
Oreochromis yang tulen memang seratus persen memijah di lapisan air daerah atasan, dan membuahi telur dalam air juga, sebelum induk betina mengeramnya di dalam mulut. Sebaliknya, Tilapia yang tulen, seratus persen memijah dalam lubang galian di dasar, dan membuahi telur dalam lubang itu juga sebelum mencakup telur dalam mulut.
Sial sekali, Tilapia nilotica ternyata plin-plan memakai kedua cara itu sekaligus. Mula-mula menggali lubang, tetapi telurnya tidak ditaruh di situ, melainkan dalam air di atasnya. Dibuahinya pun ketika melayang-layang dalam air di atas lubang itu. Lubang dipakai sebagai tempat upacara saja.Karena itu, dalam buku ikan terbitan mutakhir, ikan itu disebut dengan tiga nama. Nama baru Oreochromis dan Sarotherodon, dan nama lama Tilapia.
Untuk keperluan penyebarluasan teknik manipulasi genetik, ikan itu masih tetap disebut nila gift (genetic improvement of farmed tilapia). Bukan nila gifo (genetic improvement of farmed oreochromis).
Akan tetapi untuk memenuhi aspirasi Trevawas yang ingin menertibkan nama ilmiah, ikan nila disebut Oreochromis niloticus saja, terutama di tempat-tempat yang sulit dijangkau oleh orang awam, seperti perpustakaan museum misalnya, atau Perguruan Tinggi “Menara Gading”.
NILA GIFT, NILA YANG DIJANTANKAN
Posted in materi kuliah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar