RSS

Harmonis

Harmonis

RESPON DAN PERSEPSI NELAYAN TERHADAP INTRODUKSI TEKNOLOGI BUDIDAYA IKAN KERAPU DAN LOBSTER DALAM KERAMBA JARING APUNG

RESPON DAN PERSEPSI NELAYAN TERHADAP INTRODUKSI TEKNOLOGI BUDIDAYA IKAN KERAPU DAN LOBSTER DALAM KERAMBA JARING APUNG
DI DESA BATUNAMPAR KABUPATEN. LOMBOK TIMUR
Arif Surahman, Mashur dan Prisdiminggo
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat
Jl. Peninjauan Narmada, Po Box 1017 Mataram
ABSTRAK
Potensi areal budidaya laut di provinsi Nusa Tenggara Barat sekitar 23.245 ha, dari potensi tersebut 1.445 ha merupakan potensi areal budidaya kerapu. BPTP Mataram sebagai Balai Pengkajian di Nusa Tenggara Barat mengintroduksikan teknologi budidaya ikan kerapu di KJA dalam pengkajian yang dilakukan sejak tahun 2000 di Desa Batunampar Kec. Jerowaru Kab. Lombok Timur. Dalam pengkajian ini diperkenalkan kepada masyarakat tentang teknologi budidaya pembesaran ikan kerapu dalam KJA.

Disamping kerapu, lobster juga merupakan komoditas penting yang bisa dikembangkan di Desa Batunampar. Dari Hasil pengkajian didapatkan data bahwa udang karang jenis Panulirus humarus dan Panulirus ornatus dapat dikembangkan dalam KJA. Minat nelayan untuk membudidayakan ikan dalam karamba sudah mulai muncul pada bulan keenam pengkajian berlangsung. Sekarang tercatat 60 nelayan sudah mengadopsi Teknologi budidaya ikan kerapu dan lobster dalam KJA. Pada awal pengkajian banyak nelayan yang menganggap bahwa teknologi KJA yang diintroduksikan merupakan teknologi yang padat modal dan sulit diterapkan dalam tingkat nelayan yang mempunyai modal terbatas. Namun dalam perkembangan banyak nelayan yang kemudian mengikuti teknologi introduksi setelah melihat keberhasilan pengkajian. Keberhasilan proses diseminasi teknologi mengakibatkan sebagian besar responden non kooperator mengetahui teknologi unggulan BPTP namun belum mengadopsi karena tingginya modal yang mereka butuhkan untuk budidaya dalan KJA.
Kata kunci: respon; persepsi; introduksi; teknologi
ABSTRACT
Potency of marine culture area in West Nusa Tenggara is 23,245 ha. From this area 1,445 ha can be used for grouper cage culture. BPTP Mataram as an assessment agency introduced grouper cage culture technology from 2000 year in Batunampar village. Beside grouper, lobster is also the important commodity, which can be cultured in Batunampar village. Two species of spiny lobster, Panulirus homarus and Panulirus ornatus can be cultured in the cage. Fishermen respond have been started from sixth month of the assessment. 60 fishermen have been already adopted grouper and lobster cage culture technology. In the beginning of this assessment, farmer thought that this technology was difficult to implement in fisherman level that have capital limitation. Fishermen adopted this technology after they knew the successful of this assessment. Most of non-cooperator fishermen knew the BPTP technology because of the successfully of dissemination but this technology is too expensive for them.
Key word: respond; perception; technology; introduction
PENDAHULUAN
Ikan kerapu merupakan salah satu jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Harga jual ikan ini khususnya kerapu bebek di NTB sangat tinggi yaitu Rp. 270.000,- - Rp. 280.000,- untuk ukuran 500 g per ekor. Tingginya harga ikan kerapu bebek ini karena ikan ini merupakan komoditas ekspor dalam bentuk hidup ke Singapura, Hongkong, Jepang dan Cina. Tingginya harga dan banyaknya permintaan akan ikan ini menyebabkan intensitas penangkapan semakin meningkat sehingga dikhawatirkan populasi ikan ini di alam terancam punah.
Salah satu cara untuk menjamin kelestarian jenis ikan kerapu tersebut perlu dilakukan usaha budidaya. Usaha budidaya ikan kerapu ini diharapkan akan dapat memenuhi kebutuhan pasar dan sekaligus mengurangi intensitas penangkapan dari alam. Budidaya ikan kerapu merupakan aktivitas yang belum banyak berkembang dan relatif masih baru. Padahal potensi sumberdaya alam untuk budidaya ikan kerapu sangat mendukung seperti banyaknya teluk dan selat yang tersebar di wilayah perairan Indonesia.
Propinsi Nusa Tenggara Barat terdiri atas dua pulau besar yaitu pulau Lombok dan Sumbawa, serta memiliki wilayah peraian laut yang meliputi perairan pantai dan lepas pantai seluas 31.148 km2 dengan panjang pantai 2.900 km. Potensi areal budidaya laut di provinsi Nusa Tenggara Barat sekitar 23.245 ha, dari potensi tersebut 1.445 ha merupakan potensi areal budidaya kerapu, dan 1.200 ha diantaranya berada di pulau Sumbawa. Potensi areal budidaya kerapu baru dimanfaatkan 11,05 ha (0,75%) yang tersebar di Kabupaten Lombok Timur 11,00 ha dan Kab. Bima 0.05 ha (Dinas Perikanan dan Kelautan NTB, 2002).
BPTP Mataram sebagai Balai Pengkajian di Nusa Tenggara Barat mengintroduksikan teknologi budidaya ikan kerapu di KJA dalam pengkajian yang dilakukan sejak tahun 2000 di Desa Batunampar Kec. Jerowaru Kab. Lombok Timur. Dalam pengkajian ini diperkenalkan kepada masyarakat tentang teknologi budidaya pembesaran ikan kerapu dalam KJA. Ikan kerapu yang digunakan dalam pengkajian ini adalah jenis kerapu bebek (Cromileptes altivelis). Pakan yang digunakan dalam pengkajian ini adalah ikan rucah dan mencoba mengintroduksikan pakan buatan berupa pellet yang berasal dari Gondol, Bali. Dari pengkajian tersebut dapat disimpulkan bahwa ikan kerapu dapat dipelihara dalam KJA dengan pemberian pakan alami berupa ikan rucah dan pakan buatan berupa pellet. Pemberian pakan alami berupa ikan rucah lebih baik dari pada pakan buatan, hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ikan budidaya. Ikan kerapu yang diberikan pakan ikan rucah mempunyai pertambahan berat mutlak sebesar 558,70 g/individu sedangkan yang diberikan pakan buatan berupa pellet hanya sebesar 356,95 g/individu.(Nazam et al., 2000).
Disamping kerapu, lobster juga merupakan komoditas penting yang bisa dikembangkan di Desa Batunampar. Pengkajian ini bermula dari ketidaksengajaan pada saat berlangsungnya pengkajian budidaya kerapu. Pada saat pembersihan jaring banyak dijumpai benih lobster yang menempel pada jaring dan pelampung. Dari Hasil pengkajian didapatkan data bahwa udang karang jenis Panulirus humarus dan Panulirus ornatus dapat dikembangkan dalam KJA.
Pada awal pengkajian nelayan belum merespon teknologi yang diintroduksikan, bahkan sebagian nelayan berpendapat bahwa teknologi KJA merupakan teknologi padat modal dan sulit diterapkan oleh nelayan. Namun pada bulan keenam pengkajian, minat nelayan untuk menerapkan teknologi KJA mulai muncul. Hal ini disebabkan petani kooperator mulai menjual hasil panen dari KJA berupa udang karang yang dipelihara secara sambilam dalam KJA. Satu persatu nelayan mulai ikut budidaya ikan dan udang dalam KJA. Teknologi pembuatan KJA oleh nelayan sangat beragam baik ukuran maupun bahan yang digunakan, bahkan ada sebagian nelayan yang menggunakan bahan kerangka bambu bekas bagan dan jaring yang digunakan berupa waring yang biasa digunakan untuk bagan pula.
TUJUAN
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui respon dan persepsi nelayan terhadap introduksi teknologi budiaya ikan kerapu dan lobster dalam KJA di Desa Batunampar Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur.
METODOLOGI
Penelitian ini mengambil tempat di Desa Batunampar, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur dimana pengkajian teknologi budiaya ikan kerapu dan lobster dilaksanakan.
Penelitian ini menggunakan metoda survey dengan wawancara semi-terstruktur dengan kuisener pada nelayan kooperator dan non kooperator sebagai responden. Nelayan kooperator adalah nelayan yang sudah mengadopsi teknologi introduksi dan mendapat bimbingan dari BPTP mataram dalam proses budidaya dalam KJA sedangkan nelayan non kooperator adalah nelayan yang berada di sekitar pengkajian namun tidak atau belum mengadopsi teknologi introduksi.
Jumlah responden adalah 16 nelayan kooperator dan 16 nelayan non kooperator. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisa secara diskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Respon Nelayan
Minat nelayan untuk membudidayakan ikan dalam karamba sudah mulai muncul pada bulan keenam pengkajian berlangsung. Sekarang tercatat 60 nelayan sudah mengadopsi Teknologi budidaya ikan kerapu dan lobster dalam KJA. Hal ini didukung dengan bantuan Gubernur NTB berupa 1.000 benih ikan kerapu bebek untuk 10 kelompok (50 orang). Dari 16 responden nelayan kooperator 6,25% nelayan sudah mengadopsi teknologi KJA selama 3 tahun, 50% sudah mengadopsi teknologi selama 2 tahun sedang 37,5% nelayan mulai mengadopsi setahun terakhir (gambar 1). 75% nelayan mengadopsi teknologi atas kemauan sendiri sedang 18,75% karena diminta dan diajak orang lain untuk mengadosi teknologi tersebut (gambar 2). Dalam keterlibatannya di litkaji, 37,5% responden terlibat secara langsung dalam litkaji, 25% sebagai penyedia lahan dan 32,5% terlibat secara tidak langsung namum mendapat bimbingan dalam proses budidaya ikan dalam KJA (gambar 3). Meningkatnya respon petani terhadap teknologi introduksi karena sebagian besar responden menganggap bahwa teknologi yang mereka adopsi memenuhi kebutuhan petani. Kepercayaan nelayan terhadap teknologi tersebut tiak dapat diabaikan begitu saja namun harus tetap dijaga oleh BPTP Mataram. Salah satu usaha yang dilakukan adalah selalu memberikan bimbingan terhadap usaha budiaya ikan dan lobster dalam karamba dan juga memfasilitasi pembelian benih dari Gondol karena saat ini BPTP Mataram menjalin kerjasama penelitian dengan Balai Besar Riset Budidaya Laut Gondol tentang budidaya ikan kerapu.














Gambar 1: Lamanya keikutsertaan nelayan reponden sebagai kooperator














Gambar 2: Dorongan nelayan responden untuk menjadi kooperator


Gambar 3. Keterlibatan nelayan responden dalam litkaji
Persepsi Nelayan
Nelayan Kooperator
Pada awal pengkajian banyak nelayan yang menganggap bahwa teknologi KJA yang diintroduksikan merupakan teknologi yang padat modal dan sulit diterapkan dalam tingkat nelayan yang mempunyai modal terbatas. Namun dalam perkembangan 50% nelayan reponden berpendapat bahwa 100% teknologi dapat diterapkan, 6,25% berpendapat 75 – 100% dapat diaplikasikan, 25% responden menganggap teknologi dapat diterapkan antara 50 – 75% dan hanya 12,5% menganggap teknologi dapat diterapkan antara 10 – 50% (gambar 4). 68,75% nelayan responden menilai bahwa teknologi tersebut baru dan 68,75% nelayan responden juga menilai teknologi introduksi sangat baik. Berkaitan dengan manfaat adanya teknologi introduksi, 62,5% nelayan berpendapat sangat bermanfaat dan hanya 6,25% menganggap teknologi tersebut kurang bermanfaat. Hal ini menunjukan bahwa mereka menganggap teknologi yang mereka adopsi dan gunakan sekarang ini merupakan teknologi yang sudah teruji dan dapat diplikasikan di daerah perairan Teluk Ekas khususnya Desa Batunampar dan sangat bermanfaat bagi mereka. Sebagian besar responden menganggap teknologi introduksi tersebut sesuai dengan kebutuhan petani.
Tambahan produksi yang diterima oleh nelayan kooperator setelah menerapkan teknologi introduksi adalah sangat memadai. 41,67% responden menyatakan bahwa tambahan produksi yang mereka terima adalah lebih dari 75%, sedangkan 16,67% responden mempunyai tambahan hasil sebesar 50 – 75%, responden yang mempunyai tambahan produksi 25 – 50% dan 10 – 25% adalah masing-masing 8,3% dan 25% responden belum bisa menghitung tambahan produksi yang mereka dapatkan dengan alasan bahwa petani tersebut belum panen (gambar 5). Tambahan produksi yang diterima petani akan membawa konsekuesi tambahan pendapatan yang akan diterima. 33.33% responden mendapatkan tambahan pendapatan lebih dari 75%, 20% responden pendapatannya meningkat sebesar 25 – 50% dan 26,67% responden meningkat 10 – 25% sedangkan yang mendapatkan tambahan penghasilan kurang dari 10% hanya 6,67% responden (gambar 6). Tambahan hasil yang sangat besar ini disebabkan oleh komoditas yang mereka budidayakan adalah komoditas yang mempunyai nilai ekonomis tinggi khususnya ikan kerapu.












Gambar 4: Persepsi nelayan responden tentang penerapan teknologi introduksi













Gambar 5: Tambahan produksi yang didapatkan nelayan responden















Gambar 6: Tambahan pendapatan yang diterma nelayan responden
Nelayan non kooperator
Nelayan non kooperator adalah nelayan yang berdomisili disekitar tempat pengkajian yang belum mengadopsi dan belum mendapatkan bimbingan dari BPTP Mataram dalam usaha budidaya ikan yang mereka lakukan. Namun demikian sebagian besar dari mereka (62,5%) menganggap bahwa BPTP Mataram merupakan sumber teknologi (gambar 7). Ini membuktikan bahwa mereka sudah mengenal BPTP. Dari responden yang ada 6,25% sudah mengenal BPTP selama 3 tahun, 37,5% sudah 2 tahun mengenal BPTP dan 25% dari mereka sudah mengenal BPTP namun 32,5% responden belum tahu tentang BPTP (gambar 8). Pengenalan tentang BPTP baik itu fungsi, misi dan peran BPTP kepada nelayan disekitar tempat pengkajian dilakukan secara formal dan informal. Secara formal dillakukan melalui temu lapang yang mengundang nelayan sekitarnya. Sedang untuk informal dapat dilakukan melalui diskusi ataupun pembicaraan dengan nelayan disekitar tempat pengkajian.
Keberhasilan usaha diseminasi hasil pengkajian dapat dirasakan karena sebagian besar responden non kooperator (93,75%) mengetahui teknologi unggulan BPTP (gambar 9). Namun mereka belum menerapkan teknologi tersebut karena mereka menganggap bahwa teknologi tersebut tidak terjangkau harganya oleh mereka.













Gambar 7: Pendapat responden non kooperator tentang BPTP sebagai sumber teknologi




























Gambar 9: Pengetahuan responden non kooperator tentang teknologi unggulan BPTP.
KESIMPULAN
Respon nelayan terhadap introduksi teknologi sangat baik, hal ini terbukti dengan bertambahnya jumlah nelayan yang mengikuti teknologi introduksi tersebut. Sebagian besar nelayan juga menganggap teknologi introduksi tersebut sangat bermanfaat dan dapat meningkatkan produksi maupun pendapatan mereka.
Proses diseminasi juga berhasil terbukti dengan sebagian besar responden non kooperator yang sudah mengenal teknologi unggulan dari BPTP walaupun sebagian mereka belum bisa menerapkan dengan alasan harganya tidak terjangkau oleh mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Basyarie A. 2001. Teknologi Pembesaran Ikan Kerapu (Ephinephelus spp). Prosiding Teknologi Budidaya Laut dan Pengembangan Sea Farming di Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. 112 – 117p.
Dinas Perikanan dan Kelautan NTB. 2000. Pemutakhiran Data Potensi Sumberdaya Perikanan di Nusa Tenggara Barat. Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Nazam M, Prisdiminggo, A. Surahman dan Sudjudi. 2000. Laporan Hasil Pengkajian Uji Adaptasi Pemeliharaan Kerapu Bebek dalam KJA di Teluk Ekas. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat.
Nurjana M. L. 2001 Prospek Sea Farming di Indonesia. Prosiding Teknologi Budidaya Laut dan Pengembangan Sea Farming di Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. 1 – 9p.
Prisdiminggo, M. Nazam, A. S. Wahid, S. Sisca dan Sudjudi. 1998. Uji Adaptasi Waktu Tanam terhadap Produktivitas Rumput Laut (Eucheuma cottoni) di Teluk Ekas dusun Batunampar, Lombok Timur. Prosiding Seminar Penyuluh, Peneliti dan Petugas Terkait Propinsi Nusa Tenggara Barat. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Mataram, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Redjeki. S, A. Supriaatna, S. Diani, A. Ismail dan PT. Imanto. 1995. Prospek Budidaya Udang Karang. Makalah. Pusat Litbang Perikanan. Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai. Sub Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai Bojonegara. Serang.
Sayaka B. 1994. Farm Level Impact Analysis of the Adoption of the Package of Technologies Introduced under the Soybean Yield Gap Analysis Project. Jurnal Agro Ekonomi. Vol. 13, No. 1. 1 – 26p.
Slamet, B. Dan P.T. Imanto. 1998. Pengamatan Pemeliharaan Udang Karang (Panulirus humarus) di Laboratorium. Jurnal Penelitian Pantai vol 5 No.2. Badan Litbang Pertanian. Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai. Maros. 52-60p.
Tridjoko, B. Slamet, A. Prijono dan I. Koesharyani. 1996. Pembenihan Ikan Kerapu. Prosiding Rapat Kerja Teknis, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Serpong, 19 – 20 November. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. 112 – 118p.


pencet ieu.......
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Nelayan

nelayan adalah istilah bagi orang-orang yang sehari-harinya bekerja menangkap ikan atau biota lainnya yang hidup di dasar, kolom maupun permukaan perairan. Perairan yang menjadi daerah aktivitas nelayan ini dapat merupakan perairan tawar, payau maupun laut. Di negara-negara berkembang seperti di Asia Tenggara atau di Afrika, masih banyak nelayan yang menggunakan peralatan yang sederhana dalam menangkap ikan.
Nelayan di negara-negara maju biasanya menggunakan peralatan modern dan kapal yang besar yang dilengkapi teknologi canggih.


Eidman (1991) membagi nelayan ke dalam dua kategori, yaitu nelayan penggarap dan nelayan pemilik.




pencet ieu.......
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Memancing

Memancing dalam bidang penangkapan ikan, secara umum merupakan salah satu kegiatan menangkap ikan atau bukan ikan yang dapat dilakukan disemua perairan (tawar atau asin), di pinggir atau ditengah danau, laut, sungai dengan target menangkap ikan seekor demi seekor mulai dari yang berukuran kecil hingga besar termasuk paus (secara internasional menangkap ikan paus dilarang).

Kegiatan memancing adalah pekerjaan menunggu "membosankan..!?" yang harus dilakukan dengan penuh kesabaran dan konsentrasi, terutama memancing untuk tujuan hobi atau olah raga.

Memancing tidak hanya untuk menangkap ikan, tapi juga dapat digunakan untuk menangkap biota darat (diantaranya kodok, buaya, biawak) atau biota laut selain ikan (misalnya penyu, cumi-cumi, gurita).

Memancing secara umum merupakan salah satu kegiatan menangkap ikan yang dapat dilakukan sebagai suatu pekerjaan (hobi atau komersil), olahraga luar ruang (outdoor). Memancing dapat dilakukan di pinggir atau ditengah danau, laut, sungai dan perairan lainnya dengan target menangkap ikan seekor demi seekor.

Memancing dapat dilakukan oleh perorangan (hobi), atau berkelompok (huhate, rawai, atau tonda). Memancing secara berkelompok termasuk dalam kategori penangkapan ikan komersil


pencet ieu.......
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ikan

IKAN
Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin)[1] yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27,000 di seluruh dunia. Secara taksonomi, ikan tergolong kelompok paraphyletic yang hubungan kekerabatannya masih diperdebatkan; biasanya ikan dibagi menjadi ikan tanpa rahang (kelas Agnatha, 75 spesies termasuk lamprey dan ikan hag), ikan bertulang rawan (kelas Chondrichthyes, 800 spesies termasuk hiu dan pari), dan sisanya tergolong ikan bertulang keras (kelas Osteichthyes).

Ikan memiliki bermacam ukuran, mulai dari paus hiu yang berukuran 14 meter (45 ft) hingga stout infantfish yang hanya berukuran 7 mm (kira-kira 1/4 inci). Ada beberapa hewan air yang sering dianggap sebagai "ikan", seperti ikan paus, ikan cumi dan ikan duyung, yang sebenarnya tidak tergolong sebagai ikan.

EKOLOGI IKAN
Ikan dapat ditemukan di hampir semua "genangan" air yang berukuran besar baik air tawar, air payau maupun air asin pada kedalaman bervariasi, dari dekat permukaan hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan. Namun, danau yang terlalu asin seperti Great Salt Lake tidak bisa menghidupi ikan. Ada beberapa spesies ikan dibudidayakan untuk dipelihara untuk dipamerkan dalam akuarium.

Ikan adalah sumber makanan yang penting. Hewan air lain, seperti moluska dan krustasea kadang dianggap pula sebagai ikan ketika digunakan sebagai sumber makanan. Menangkap ikan untuk keperluan makan dalam jumlah kecil atau olah raga sering disebut sebagai memancing. Hasil penangkapan ikan dunia setiap tahunnya berjumlah sekitar 100 juta ton.

Overfishing adalah sebuah istilah dalam bahasa Inggris untuk menjelaskan penangkapan ikan secara berlebihan. Fenomena ini merupakan ancaman bagi berbagai spesies ikan. Pada tanggal 15 Mei 2003, jurnal Nature melaporkan bahwa semua spesies ikan laut yang berukuran besar telah ditangkap berlebihan secara sistematis hingga jumlahnya kurang dari 10% jumlah yang ada pada tahun 1950. Penulis artikel pada jurnal tersebut menyarankan pengurangan penangkapan ikan secara drastis dan reservasi habitat laut di seluruh dunia.


pencet ieu.......
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Hai.... Pa kabar?

Assalamualaikum, pa kabar hari ini???
gmana dengan kegiatan kul disana, membosankan atau sebaliknya!
oia klo kamu pengen lebih menarik dalam kesempurnaan blog yang kamu punya.

kamu browsing za www.trik-tips.blogspot.com
seru loh... jangan katakan tidak bisa sebelum mencoba... karena aku yakin di setiap diri seseorang pasti ada kemampuan.
SEMANGAT.... YA


pencet ieu.......
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kultur Jaringan Tanaman

Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.

Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.

Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah:
1) Pembuatan media
2) Inisiasi
3) Sterilisasi
4) Multiplikasi
5) Pengakaran
6) Aklimatisasi

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.

Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas.

Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.

Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.

Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri).

Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.

Keunggulan inilah yang menarik bagi produsen bibit untuk mulai mengembangkan usaha kultur jaringan ini. Saat ini sudah terdapat beberapa tanaman kehutanan yang dikembangbiakkan dengan teknik kultur jaringan, antara lain adalah: jati, sengon, akasia, dll.

Bibit hasil kultur jaringan yang ditanam di beberapa areal menunjukkan pertumbuhan yang baik, bahkan jati hasil kultur jaringan yang sering disebut dengan jati emas dapat dipanen dalam jangka waktu yang relatif lebih pendek dibandingkan dengan tanaman jati yang berasal dari benih generatif, terlepas dari kualitas kayunya yang belum teruji di Indonesia. Hal ini sangat menguntungkan pengusaha karena akan memperoleh hasil yang lebih cepat. Selain itu, dengan adanya pertumbuhan tanaman yang lebih cepat maka lahan-lahan yang kosong dapat c

KEUNTUNGAN PEMANFAATAN

KULTUR JARINGAN

¨ Pengadaan bibit tidak tergantung musim

¨ Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak

dengan waktu yang relatif lebih cepat (dari

satu mata tunas yang sudah respon dalam 1

tahun dapat dihasilkan minimal 10.000

planlet/bibit)

¨ Bibit yang dihasilkan seragam

¨ Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (meng

gunakan organ tertentu)

¨ Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah

dan mudah

¨ Dalam proses pembibitan bebas dari gang

guan hama, penyakit, dan deraan lingkungan

lainnya

KULTUR jaringan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
membuat bagian tanaman (akar, tunas, jaringan tumbuh tanaman) tumbuh
menjadi tanaman utuh (sempurna) dikondisi invitro (didalam gelas).
Keuntungan dari kultur jaringan lebih hemat tempat, hemat waktu, dan
tanaman yang diperbanyak dengan kultur jaringan mempunyai sifat sama
atau seragam dengan induknya. Contoh tanaman yang sudah lazim
diperbanyak secara kultur jaringan adalah tanaman anggrek.


pencet ieu.......
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

NILA GIFT, NILA YANG DIJANTANKAN

Makin pintar orang, makin tega ia memanipulasi kelamin makhluk lain. Korban manipulasi dalam kisah ini ialah ikan nila. Ikan betina mestinya hidup sebagai betina, tetapi disuruh menjadi jantan agar tumbuh lebih maskulin.
Hasil manipulasi kelamin diedarkan sebagai nila gift (genetic improvement of farmed tilapia). Orang melakukan hal ini karena ikan nila jantan lebih pesat tumbuhnya daripada ikan betina. Ikan betina selalu kurus karena terpaksa berpuasa berhari-hari selama mulutnya dipakai sebagai mesin tetas. Induk nila memang ikan pengeram mulut.
Dulu dengan pemisahan seks

Keinginan untuk memelihara ikan jantan saja dulu sudah pernah dilakukan secara manusiawi. Anak-anak ikan nila yang mulai jelas tanda kelaminnya dipisah. Anak jantan dipelihara dalam kolam khusus ikan jantan, dan anak betina dipelihara dalam kolam khusus ikan betina.
Cara ini setelah berjalan beberapa tahun ternyata masih banyak salahnya. Ada beberapa ikan betina yang dikira ikan jantan oleh pekerja sexing (pemisahan seks), lalu dimasukkan ke kolam ikan jantan. Ikan betina salah parkir ini menjadi primadona juwita nila yang diuber-uber para ikan jantan. Akhirnya, ikan jantan tidak sempat tumbuh tetapi menghabiskan waktu untuk berebut pacar betina saja.
Karena itu, di kolam pemeliharaan yang modern, usaha penggemukan ikan jantan tidak dilakukan dengan sexing lagi, tetapi penyeragaman seks.
Ikan mesir dari Nil
Ngomong-omong, ikan nila yang sedang diperbincangkan ini bukan jenis ikan pribumi Indonesia. Ia dimasukkan pertama kali ke Indonesia dari Lukang Research Station Taiwan, oleh Lembaga Penelitian Perikanan Darat Bogor pada tahun 1969. Sebelumnya, ikan nila warga negara Taiwan itu dimasukkan dari Afrika. Tujuannya untuk memperkaya jenis ikan budidaya setempat yang nilai jualnya tinggi.
Daerah penyebarannya Sungai Nil di Mesir, sampai ia disebut Tilapia nilotica. Di kalangan ilmuwan ikan, nama Tilapia nilotica dikoreksi, dan diminta ditulis Oreochromis niloticus. Alasannya, berdasarkan perilaku pemijahan (perkawinan), suku Tilapiinae terbagi atas dua kelompok. Pertama, ikan-ikan pengeram mulut (seperti Oreochromis dan Sarotherodon), dan kedua, para pemijah dasar (seperti Tilapia).
Karena ikan nila itu pengeram mulut, maka ia harus dimasukkan ke kelompok pertama, dan diberi nama Oreochromis atau Sarotherodon. Begitulah pertimbangan pakar ikan Trevawas yang ingin menertibkan pemberian nama Latin itu, dalam Tilapiine Fishes of the Genera Sarotherodon, Oreochromis, and Danakila, British Museum of Natural History (1983).
Oreochromis yang tulen memang seratus persen memijah di lapisan air daerah atasan, dan membuahi telur dalam air juga, sebelum induk betina mengeramnya di dalam mulut. Sebaliknya, Tilapia yang tulen, seratus persen memijah dalam lubang galian di dasar, dan membuahi telur dalam lubang itu juga sebelum mencakup telur dalam mulut.
Sial sekali, Tilapia nilotica ternyata plin-plan memakai kedua cara itu sekaligus. Mula-mula menggali lubang, tetapi telurnya tidak ditaruh di situ, melainkan dalam air di atasnya. Dibuahinya pun ketika melayang-layang dalam air di atas lubang itu. Lubang dipakai sebagai tempat upacara saja.Karena itu, dalam buku ikan terbitan mutakhir, ikan itu disebut dengan tiga nama. Nama baru Oreochromis dan Sarotherodon, dan nama lama Tilapia.
Untuk keperluan penyebarluasan teknik manipulasi genetik, ikan itu masih tetap disebut nila gift (genetic improvement of farmed tilapia). Bukan nila gifo (genetic improvement of farmed oreochromis).
Akan tetapi untuk memenuhi aspirasi Trevawas yang ingin menertibkan nama ilmiah, ikan nila disebut Oreochromis niloticus saja, terutama di tempat-tempat yang sulit dijangkau oleh orang awam, seperti perpustakaan museum misalnya, atau Perguruan Tinggi “Menara Gading”.

pencet ieu.......
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Vitamin Penting Bagi Para Perokok

Larangan merokok tampaknya tak lagi dipedulikan lagi oleh


warga Jakarta. Di Rumah Sakit
Persahabatan ini misalnya, telah dipasang spanduk larangan merokok, tetapi hari
Minggu (2/4) kemarin seorang pengunjung justru dengan tenang merokok. Menghentikan


kebiasaan merokok memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Namun
begitu, bukan berarti Anda harus menyerah begitu saja pada keadaan dan tidak
berupaya untuk memperbaiki diri atau membuat Anda hidup lebih sehat. Kalau Anda seorang perokok berat,
ada baiknya Anda rajin mengonsumsi vitamin-vitamin antioksidan. Hal ini
penting karena vitamin dan antioksidak setidaknya memberikan
sedikit perlindungan terhadap dampak-dampak merokok yang membahayakan.
Bukti-bukti akan manfaat vitamin antioksidan telah banyak diungkap melalui
riset dan penelitian. Sebuah studi yang dipublikasikan dalam Archives
of Internal Medicine edisi Nov lalu misalnya, menunjukkan bahwa
penggunaan suplemen antioksidan beta karoten jangka panjang (lebih dari 15
tahun) dapat mengurangi risiko penyakit Alzheimer atau
penurunan kemampuan berpikir. Ide bahwa antioksidan seperti beta karoten dapat
membantu melindungi terhadap penyakit Alzheimer bukan hal baru. Namun ide
tersebut masih kontroversial karena sejumlah studi ada pula yang tidak
mennujukkan hasil positif. Walau pun begitu, tidak ada salahnya Anda
memperbaiki asupan nutrisi dengan mengonsumsi makanan bergizi atau vitamin
dalam bentuk antioksidan.
Para ahli nutrisi biasanya menganjurkan konsumsi vitamin-vitamin ini
supaya sistem kekebalan tubuh Anda lebih kuat dan memperbaiki kerusakan akibat
asap tembakau. Berikut adalah jenis vitamin yang baik untuk dikonsumsi
para perokok seperti yang diungkap dalam buku Rahasia Awet Mudah Bagi
Pria karangan Doug Dollemore dab Mark Giuliucci..
- Vitamin C. 250 hingga 1000 miligram per hari.
Kecukupan Gizi yang dianjurkan untuk vitamin ini adalah 60 miligram.
Sumber-sumber makanan yang banyak mengandung vitamin C di antaranya adalah
jeruk, brokoli, semangka, cabai merah, buah kiwi, dan stroberi.
- Vitamin E . 100 hingga 400 IU per
hari. Kecukupan Gizi yang dianjurkan untuk vitamin ini adalah setara
dengan 10 miligram alfatokoferol atau 15 IU. Makanan yang kaya vitamin E
antara lain adalah minyak sayur, kecambah dan mangga.
- Beta karoten, 15 hingga 30 miligram per hari.
kecukupan Gizi yang dianjurkan untuk ini belum ada. Makanan yang banyak
mengandung beta karoten adalah jeruk kuning dan buah-buahan berwarna hijau tua
dan sayuran seperti wortel, ubi squash selain bayam dan sayuran berdaun hijau
lain.



pencet ieu.......
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS